Oleh: Praytino
A. PENGANTAR
Pelayanan konseling yang semula dikenal di Indonesia dengan nama
Bimbingan dan Penyuluhan (disingkat BP) dan sekarang Bimbingan dan Konseling
(disingkat BK), terjemahan dari Guidance and Counseling,
gerakanya dimulai di negara asalnya (yaitu Amerika Serikat) sejak awal abad ke
20. Gerakan yang semula di negeri adidaya itu terfokus pada bimbingan karir
selanjutnya meluas ke berbagai bidang kehidupan. Selama sekitar satu abad,
gerakan BK di negara asalnya telah mengembangkan berbagai teori dan pendekatan
yang secara garis besar dalam sembilan kemasan, yaitu : (1) Konseling
Psikoanalisis Klasik(KOPSAK) yang berorientasi pada id, ego dan superego
serta kesadaran/ketidaksadaran individu; (2) Konseling Ego (KONEGO)
beroriantasi pada fungsi ego, (3)Konseling Psikologi Individual (KOPSIN)
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan hubungan sosial individu, (4) Konseling
Analisis Transaksional (KONSISTRAN) berorientasi pada peran ego
state dalam komunikasi, (5) Konseling Self (KONSELF)
berorientasi pada pengembangan diri (self) yang positif dan
konstruktif, (6) Konseling Gestalt(KONGES) berorientasi pada
perilaku gestalt, (7) Konseling Behavioral(KONBE) berorientasi pada
perilaku yang dipelajari, (8) Konseling Realitas(KOREAL)
berorientasi pada perilaku yang benar, bertanggungjawab dan realistic,
(9) Konseling Rasioanal Emotif (KOREM) berorientasi pada
perilaku rasional dan irasional.
Memperhatikan arah pengembangan gerakan pelayanan
konseling yag cukup dinamis itu Belkin (1975) menyebutkan bahwa pelayanan
kemanusiaan yag disebut konseling sebagai: (a) filasafat, (b) jalan hidup, (c)
sikap, (d) komitmen, (e) tindakan, dan (f) pandangan yag mendunia. Konsep yang
dirumuskan Belkin itu mendorong pengembangan pelayanan konseling secara lebih
luas lagi, termasuk pengembangan di Indonesia.
B. GATRA, HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA
DAN DINAMIKA KEHIDUPAN
1. Gatra
Apa yang dikemukan Belkin itu membentuk konsep yang menyeluruh tentang
landasan, arah, wilayah dan dinamika pelayanan konseling yang menyangkut
dimensi makro dan mikro kehidupan manusia. Dalam dimensi makro pelayanan
konseling berada di dalam konsep yang saya sebut sebagai gatra.Secara
kesemestaan gatra adalah suatu benda atau sesuatu yang dibendakan dalam kondisi
penuh makna atau arti.Dalam kondisi demikian itu gatra mengandung dua dimensi,
yaitu dimensi ADD (arti dari dalam) dan dimensi ADL (arti
dari luar). Dimensi ADD merujuk kepada segenap kondisi, karakteristik, sifat,
makna ataupun arti yang ada atau menjadi isi dari benda atau yang dibendakan
itu, sedangkan dimensi ADL adalah segala kondisi pengenaan, perlakuan,
pemahaman ataupun pengartian oleh manusia tentang ataupun terhadap gatra yang
dimaksudkan. Dengan konsep seperti itu, keterkaitan antara ADD dan ADL dapat
digambarkan sebagai berikut:
· ADD =
ADL : kondisi yang dapat
mengarah kepada kepada hal-hal
yang positif.
· ADD ≠
ADL : kondisi yang
potensial dapat menimbulkan hal-hal yang negatif
· ADL >
ADD : kondisi yang
mengarah kepada hal-hal yang berlebihan
· ADL < ADD :
kondisi yang mengarah kepada hal-hal yang tidak optimal
· ADD tanpa ADL : kondisi tanpa
pengertian; pengabaian atau ketidakpedulian,
atau pemubazdiran.
2. Harkat dan Martabat Manusia
Dinamika keterkaitan ADD dan ADL gatra-gatra yang menyangkut manusia
sepenuhnya terkait langsung dengan kesejatian manusia yang di sini
dikonsepsikan sebagai harkat dan martabat manusia (HMM), yang
mengandung tiga komponen dengan lima unsurnya masing-masing, yaitu komponen:
Hakikat manusia, dengan unsur-unsur
sebagai makhluk yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b)
diciptakan paling sempurna, (c) paling tinggi derajatnya, (d) khalifah di muka
bumi, dan (e) penyandang HAM.
Dimensi kemanusiaan, dengan unsur-unsur dimensi
(a) kefitrahan, (b) keindividulan, (c) kesosialan, (d) kesusilaan, dan (e)
keberagamaan.
Potensi dasar kemanusiaan, yaitu pancadaya dengan unsur-unsur (a) daya takwa, (b) daya cipta, (c)
daya rasa, (d) daya karsa, dan (e) daya karya.
Kesejatian manusia yang meliputi tiga komponen dengan masing-masing lima
unsurnya itu dapat disarikan dalam konsep lima-i,yaitu (a)
iman dan takwa, (b) inisiatif, (c) industrius, (d) individu, dan (e) interaksi.
Kesejatian manusia dengan intisari lima-i itu terealisasikan melalui kehidupan
kemanusiaan dari zaman ke zaman dan terjabar dalam wujud kehidupan individu
sehari-hari dengan konteks keluarga, kemasyarakatan, kelembagaan, kebangsaaan
dan kenegaraan.
3. Dinamika Kehidupan: BMB3
Kehidupan kemanusiaan tersebut di atas berlangsung dalam dinamika yang
mengarah, sebagaimana dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa,
kepada kedamaian, kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan dan maju, dengan posisi
manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kehidupan demikian itu dapat
terselenggara melalui dinamika BMB3, yaitu berpikir, merasa,
bersikap, bertindak,dan bertanggungjawab.Tanpa
dinamika BMB3 itu, dan lebih tegas lagi tanpa BMB3 positif yang terhindar dari
serta mampu mengatasi godaan setan dan sebangsanya, kehidupan manusia akan
menjadi “tanpa bentuk” dan/atau terjerumus kedalam kenistaan dunia dan akhirat.
Dinamika BMB3 itu sepenuhnya sejajar dengan energisasi pancadaya dalam
pengembangan/kehidupan manusia/individu, sebagaimana arah bolak-balik berikut :
·
Berpikir Daya
Cipta
·
Merasa Daya
Rasa
·
Bersikap Daya
Karsa
·
Bertindak Daya
Karya
·
Bertanggungjawab Daya
Takwa
Lebih jauh, energisasi pancadaya yang mengalir melalui dinamika BMB3 itu
merupakan “nafas” kehidupan manusia sehari-hari, yang oleh karenanya dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa : BMB3 adalah ibunya kehidupan[3])yang
bersumberkan pancadaya dengan orientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi
kehidupan. Dengan BMB3 kehidupan manusia terselenggara, dan dengan pengembangan
BMB3 kehidupan itu dikembangkan untuk lebih maju menuju derajat kemanusiaan
yang paling tinggi dalam lingkup dunia dan akhirat.
C. PERKEMBANGAN INDIVIDU,
PERMASALAHAN, DAN KONSELING
Individu berkiprah dalam lima ranah kehidupan (lirahid), yang
sejak kelahirannya dipengaruhi oleh likukaldu (lima
kekuatan di luar individu), dalamlima kondisi kehidupan individu (masidu)
dengan latar belakag kesejatian kemanusiaannya. Dalam trilogi dengan latar
lirahid ini kehidupan menyeluruh sehari-hari individu berkeadaan.
|
1. Lirahid
Setiap individu menjalani kehidupan sehari-harinya dalam lima ranah
kehidupan (lirahid) yaitu ranah jasmaniah-rohaniah, individual-sosial,
material-spritual, lokal-global, dunia-akhirat. Individu yang mampu menjalani
kehidupan kemanusiaannya secra lengkap adalah mereka yang mampu menyemibangkan
masing-masing sisi dari kelima ranah tersebut. Keketidakseimbangan yang terjadi
akan menghasilkan individu-individu dengan label seperti hedonis,
egois/indivisualis, materialis, sekuler, dan berwawasan sempit ibarat katak di
bawa tempurung.
2. Likuladu
Individu yang diharapkan hidup dengan mantap pada lima ranah kehidupan di
atas dikembangkan sejak kelahirannya atas pengaruh lima kekuatan di luar
dirinya (likuladu), yaitu gizi, pendidikan, adat dan budaya, sikap
dan perlakukan orang lain, dan kondisi insidental.
a. Gizi, merupakan faktor utama bagi pertumbuhan fisik dan kesehatan individu.
Tanpa gizi yang baik pertumbuhan jasmaniah dan kesehatan akan terganggu yang
mana hal ini akan dapat berdampak serius terhadap perkembangan pribadi
individu.
b. Pendidikan, merupakan sarana dasar pengembangan pancadaya yang berorientasi hakikat
manusia dalam bingkai dimensi kemanusiaan. Pendidikan inilah yang akan membawa
individu menjadi manusia seutuhnya.
c. Adat dan budaya, membangun individu sebagai “anak negeri” yang
bersosial-budaya di kampung halaman, daerah dan tanah airnya, sehingga mampu
“duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan anak negeri di wilayah
sendiri dan wilayah lainnya.
d. Perlakuan orang lain, merupakan pengaruh yang sangat signifikan dalam
pembentukan kepribadian individu. Sikap dan perlakuan yang aman, nyaman, dan
penuh kasih sayang akan membangun pribadi berbudi da baik hati, sedangkan sikap
dan perlakuan yang beringas, kasar dan antagonistik akan membentuk pribadi yang
ganas, panas dan intoleran.
e. Kondisi insidental,yaitu peristiwa atau keadaan yang tidak direncanakan
atau tidak terduga, bersifat positif atau negatif, membawa keberuntungan
dan/atau kerugian, terjadi “dengan sendirinya”, melalui kodrat Illahi. Manusia
(individu) mau tidak mau menerimanay/menhadapinya; yang baik disyukuri, yang
tidak baik disikapi dengan ikhlas dan diambil hikmahnya.
Melalui pengaruh likuladu individu tumbuh berkembang dan maju, menjalani
kehidupannya, sehari-hari, sampai akhir hayatnya.
3. Masidu
Berpangkal dari kesejatian manusia (HMM) dengan intisari lima-i melalui
energisasi pancadaya (dalam dinamika BMB3) indivdu berkembang dengan pengaruh
likuladu menjadi pribadi sebagaimana adanya. Pribadi ini mewujud dan berkiprah
sehari-hari dengan lima kondisi individu (masidu), yaitu rasa aman, kompetensi,
aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan yang ada. Makin positif masidu
makin efektiflah kehidupan sehari-hari individu.Aktualisasi kehidupan individu
dengan masidunya itu sejalan dengan dinamika BMB3 pada diri individu yang
bersangkutan.
4. Permasalahan
a. Kehidupan Efektif Sehari-hari
Dikehendaki agar dengan HMM-nya yang difasilitasi oleh likuladu
sebagaimana diharapkan, individu dapat berkeadaan poisitif, sejahtera dan
bahagia. Keadaan demikian itu terwujud dalam kehidupan efektif sehari-hari
(KES) dengan acuan BMB3 sebagai berikut :
1) Berpikir,secara
obyektif-defenitif, logis-sistematis, dinamis-teknologis,
kritis-evaluatif, dan kreatif-inovatif
2) Merasa,secara lembut, kasih
sayang, tenggang rasa, etis, dan ikhlas.
3) Bersikap,secara postif,
konstruktif, berprakarsa, mandiri, dan mengendalikan diri.
4) Bertindak, dengan
tujuan/sasaran, kompetensi, waktu/tempat/suasana, bentuk/isi kegiatan, dan
produktivitas yag positif, tepat dan tinggi
5) Bertanggungjawab, kepada diri sendiri, lingkungan (sosial dan lainnya), atasan,
ilmu/profesi, dan Tuhan Yang Maha Esa
Kondisi KES dengan BMB3 positif itu ditunjang rasa aman, kompetensi,
aspirasi, semangat, serta pemanfaatan kesempatan (masidu) yang tepat dan
tinggi.
b. Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu
KES adalah idaman setiap orang.Namun kenyataannnya tidak selalu
demikian.Kondisi KES-T (kehidupan efektif sehari-hari terganggu) sering kali
datang dan menimpa. Kondisi KES-T ini dapat berupa kesulitan atau permasalahan
yang sepertinya menantang ketangguhan individu menghadapi gangguan dalam hidupnya,
dan di sisi lain menguji betapa ia dapat mengendalikan diri dalam melawan hawa
nafsu dan godaan setan yang terkutuk. Kesulitan ataupauntantangan tersebut
tidak perlu dianggap sebagai hukuman atau azab dari Tuhan, melainkan pertama
dapat dilihat sebagai buah dari hukum sebab-akibat (baik dalam diminesi natural
maupun spiritual) yang sejak awalnya telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Di samping itu, penyikapan bahwa kesulitan dan permsalahan dalam bentuk
KES-T itu dianggap sebagai cobaan atau ujian terhadap diri seseorang yang dapat
diambil hikmahnya akan memperkuat keutuhan pribadi individu dengan aktualisasi
HMM yang mantap.
Apabila kondisi KES diwarnai oleh dinamika BMB3 dan masidu yang positif
dan mantap seperti tersebut di atas, maka kondisi KES-T terkait dengan kualitas
pengembanga pancadaya, likuladu dan masidu yang terganggu, yaitu :
· Ketakwaan yang terputus
· Daya cipta yang lemah
· Daya rasa yang tumpul
· Daya karsa yang mandeg
· Daya karya yang mandul
· Gizi yang rendah
· Sikap dan perlakuan yang menolak dan kasar
· Pendidikan yang macet
|
· Budaya yang terbelakang
· Kondisi insdental yang merugikan
· Rasa aman yang terancam
· Kompetensi yang mentok
· Aspirasi yang terkungkung
· Semangat yang layu
· Kesempatan yang terbuang
|
5. Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling secara langsung terfokus kepada kemasan kehidudupan
manusia (individu) berlandaskan kesejatian kemanusiaan (HMM) yang terarah
kepada keberadaan, perkembangan dan kemajuan kehidupan yang optimal sesuai
dengan zamannya dalam dimensi dunia dan akhirat.Fokus ini secara nyata terarah
kepada terbinanya KES yang sedapt-dapatnya berkelanjutan dan tertanganinya
KES-T setuntas mungkin. Dengan demikian pelayanan konseling dapat secra
sederhana, singkat tetapi padat dirumuskan sebagai berikut :
|
Pengembangan KES dan penanganan KES-T itu diselenggarakan dengan
memperhatikan dan menegakkan seoptimal mungkin :
a. pengembangan bagi aktualisasi HMM
b. penyelenggaraan, fasilitasi dan penganan likuladu
c. optimalisasi masidu poisitif
d. energisasi pancadaya melalui dinamikia BMB3 tingkat
tinggi, dan
e. praktik professional yang mantap.
D. PROFESI KONSELING
Secara subtansial, Full (1967) menggarisbawahi enam kriteria profesi,
yaitu sebagai pelayanan yang di dalamnya penuh muatan : (a) keintelektualan,
(b) komptensi yang dipelajari, (c) objek praktik spesifik (OPS), (d) motivasi
altruistic, (e) komunikasi, dan (f) organisasi profesi. Keenam kriteria ini
secara menyeluruh mengarah kepada apa yang dewasa ini disebut profesi
bermartabatyang mengandung makna bahwa pelayanan itu benar-benar bermanfaat,
diselenggarakan oleh tenaga yang bermandat,dan diakui
secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat.
1. Proses Penggatraan Gatra
Kondisi KES dan KES-T individu pada dasarnya adalahgatra.Kedua
gatra besar itu dapat diurai menjadi gatra-gatra yang lebih kecil, sampai
menjadi gatra-gatra sangat spesifik yang dapat dikenali secara lebih akurat
ADD-nya sehingga dapat diberikan ADD yang spesifik dan akurat pula. ADL-ADL
yang akurat itu akan membentuk gatra-gatra baru dengan kandungan ADD-ADD yang
lebih bermutu dan menunjang bagi terbangunnya kehidupan individu dengan masidu
yang lebih positif.
Bayangkan, seorang atau sekelompok individu sasaran layanan
konseling.Pada diri individu (individu-individu) itu terkandung kondisi KES
dan/atau KES-T tertentu yang perlu dikembangkan dan/atau ditangani.Gatra-gatra
yang ada itu mengandung berbagai ADD yang perlu diberikan ADL yang tepat untuk
menjadikannya gatra-gatra baru dalam rangka pengembangan KES dan/atau
penanganan KES-T yang ada pada diri sasaran layanan yang dimaksud.Penggatraan
gatra lama menjadi gatra baru dilakukan melalui praktik layanan konseling.
2. Pelayanan Pembebasan
Individu yang mengalami masalah atau KES-T sesungguhnyalah sedang berada
dalam kondisi terkungkung, atau ibaratnya terpenjara atau bahkan terjajah oleh
kezaliman tertentu.Individu tersebut perlu dibebaskan dari keterjajahannya itu.
Untuk hal yang demikian pada diri individu perlu dibangun kekuatan pribadi
melalui pengembangan pancadaya yang terpekspresikan dalam dinamika BMB3,
sehingga ia mampu memproklamasikan kemerdekaan dirinya dari berbagai unsur
penjajah. Pelayanan konseling yang mengembangkan KES dan menangani KES-T pada
dasarnya terarah pada kemandirian dan pengembangan diri serta kemampuan
pengendalian diri sasaran layanan.
3. Trilogi Profesi
Dalam kiprah pelayanannya, suatu profesi didukung dan
diselnggarakan di atas tiga komponen pokok, yaitu landasan keilmuan, subtansi
profesi, dan tindakan praktik profesi, sehingga membentuk trilogi berikut :
|
Dalam triloginya profesi konseling didirikan di
atas ketiga komponennya, yaitu:
a. Landasan keilmuan :
|
Ilmu pendidikan
|
b. Subtansi profesi :
|
Keilmuan, wilayah kerja, kompetensi,
prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanan konseling
|
c. Praktik
profesi :
|
Praktik konseling dalam
berbagai settingpelayanan (setting pendidikan formal dan non
formal, keluarga, dinas/instansi, negeri/swasta, lembaga sosial/ekonomi,
kemasyarakatan, politik, dan privat)
|
Trilogy profesi tersebut didukung oleh kriteria kebermartabatan,
yaitu bermanfaat, bermandat, dan diakui secara sehat oleh pemerintah dan
masyarakat.
4. Kewaskitaan
Seluruh upaya pelayanan konseling mengacu kepada suasana dan penampilan
kewaskitaan, baik pada diri sasaran layanan (klien) maupun pada diri pelaksana
layanan (konselor). Unsur-unsur kewaskitaan itu meliputi :kecerdasan, kekuatan,
keterarahan, ketelitian, dan kearifbijaksanaan (santan-artisan).
Kelimanyaitu membentuk pribadi konselor bermartabat.
Dalam Konseling Pancawaskita yang menyelenggarakan penggatraan gatra
klien, dalam rangka memandirikan dan membangun kemampuan pengendalian dirinya,
klien difasilitasi untuk mejadi cerdas, kuat, terarah, teliti dan arifbijaksana
oleh konselor yang ber-santan-artisan secara bermartabat. Lebih khusus,
penggatraan gatra klien tersebut dilakukan melalui berbagai pendekatan dan
teknik konseling yang terarah pada kondisi AKUR-S, yaitu:
· dikuasainya oleh klien akses terhadap acuan(A)
bagi pengembangan diri dan/atau pengentasan masalahnya;
· dikuasainya oleh klien berbagai kompetensi (K)
dalam mengakses acuan yang dimaksud
· terarahnya usaha (U) klien
untuk menerapkan kompetensi yang dikuasainya itu untuk mengubah diri dalam
pengembangan dan/atau pengentasan masalahnya
· terkembangkannyarasa (R) positif
pada diri klien berkenaan dengan acuan, kompetensi dan usaha yang dimaksudka
itu.
· Terbagunnya kesungguhan (S)
dalam pengubahan diri sejalan dengan hasil layanan konseling.
5. Kesatuan Konsep Pelayanan : Konseling Pancawakita
Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan sembilan pendekatan pokok yang
telah berkembang dalam gerakan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat.
Konseling Pancawaskita merangkul dan merangkum itu semua; mengambil
hal-hal yang baik dan menambahkan hal-hal yan amat perlu sehingga pelayanan
kemanusiaan yang disebut konseling yang semestinya bermartabat itu tidak lagi
terkesan sekuler. Pelayanan konseling di Indonesia, sebagaimana juga upaya
pendidikan pada umumnya mengembangkan potensi segenap anak bangsa yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, mengacu kepada empat pilar kebangsaan yaitu,
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan karakter-cerdas
menjadi arus utama dalam konseling Pancawaskita yang merupakan bagian dari
keseluruhan upaya pendidikan.
Dari segi metode dan teknik pelayanan Konseling Pancawaskita menganut
strategi eklektik(ada sekitar 22 teknik umum dan 17 teknik
pengubahan tingkah laku) dengan arus dinamika BMB3 dan arah pencapaian AKUR-S.
Pengembangan KES dan penanganan KES-T melalui Konseling Pancawaskita
diselenggarakan dalam rangka trilogieklektik-BMB3-AKUR-S menggarap masidusasaran
layanan melalui dipraktikannya jenis-jenis layanan konseling (10 jenis layanan)
dan kegiatan pendukung (6 kegiatan pendukung) yang masing-masing dalam
dipraktikkan dalam kemasan lima-an(pengantaran,
penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian).
E. LEGALITAS
Posisi pelayanan konseling di Indonesia mengalami kemajuan yang luar
biasa. Dalam UU RI No. 20/2003 tentangSistem Pendidikan Nasionalpelayanan
konseling diposisikan berada dalam bidang pendidikan dengan penetapan
bahwa konselor adalah pendidik (bersama pendidik
lainnya, yaitu guru, dosen, pamong belajar, widyaiswara, tutor, fasilitator,
dan instruktur). Inti pendidikan adalah belajar; demikian juga dengan
konseling.Tiada pendidikan tanpa kegiatan belajar peserta didik di dalamnya;
demikian juga tiada layanan konseling tanpa klien belajar di dalamnya.Dalam
upaya pendidikan tugas utama pendidik adalah membelajarkan peserta didik;
demikian pula dalam konseling tugas utama konselor adalah membelajarkan klien
atau sasaran layanan. Dengan posisi keberadaannya dalam bidang pendidikan itu
pelayanan konseling secara langsung menerapkan kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan, terutama dalam hal :
a. pengertian, dasar dan paradigma, dan tujuan pendidikan.
b. peserta didik dan pendidik
c. kegiatan belajar dan proses pembelajaran serta
hasil-hasilnya,
d. materi, metode, dan strategi belajar dan pembelajaran,
dan
e. pengelolaan pembelajaran.
Seluruh tenaga profesi pendidik mengaplikasikan kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan di atas, dengan perbedaan objek praktik spesifik (OPS)
masing-masing. Guru misalnya OPS-nya adalah mengembangkan PMP (penguasaan
materi pelajaran) oleh peserta didik dan menangani PMP-T (penguasaan materi
pelajaran yang terganggu) pada diri peserta didik, sedangkan konselor
mengembangkan KES dan menangani KES-T klien (dalam hal ini peserta didik)
sebagaimana diuraikan terlebih dahulu. OPS masing-masing tenaga pendidik terkemas
di dalam trilogi profesinya sendiri.
Lebih jauh dalam posisinya di bidang pendidikan itu ditegaskan pula bahwa
konselor adalah tenaga profesional. Dalam keprofesionalannya itu ditetapkan
bahwa konselor adalah Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling ditambah menamatkan
program Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Dalam Peraturan Presiden
No.8/2012 tentangKerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
dinyatakan bahwa tamatan program pendidikan profesi setara dengan
tamatan program magister (S2), yaitu sebagai tenaga yang berkualifikasi ahli. Realisasi
kualifikasi ahli dalam pelayanan konseling tidak dapat diselenggarakan dengan
sekedar menggunakan kecakapan/pengalaman pragmatik, dogmatick atau sinkretik
belaka, namun minimal dengan kemampuan eklektik yang
terandalkan bahkan disertai dengan kreativitas yang mempribadi. Keahlian yang
bermandat dalam bidang konseling diperoleh melalui program Pendidikan Profesi
Konselor (PPK).
Literatur
Belkin, 1975.Practical
Counseling In The School. Dubuque-Iowa : Wm.C. Brown Company Publisher.
Full, H. 1967.Controversy
in Amerikan Education : An Onthology of Crucial Issuess: London
: Ollier-Mc Millan Limted.
Permendiknas No.27 Tahun
2008: Standard Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor
Peraturan Presiden RI.
No.8 Tahun 2012 :Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
Prayitno, 2010.Wawasan
Profesional Konseling.Padang : Jurusan BK FIP UNP
Prayitno, 2009.Dasar
Teori dan Praksis Pendidikan.Jakarta : Grasindo.
Prayitno dan B.
Manullang, 2010.Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta
: Grasindo.
Prayitno, 1998.Konseling
Pancawaskita : Kerangka Konseling Eklektik. Padang :
Program PPK
Jurusan BK FIP Universitas Negeri Padang.
Prayitno, 1988.Orientasi
Bimbingan dan Konseling.Jakarta : Kemendikdibud, Dirjen
Dikti- PL2PTK.
Undang-Undang RI No. 20
Tahun 2003 :Sistem Pendidikan Nasional
[1]) Makalah
disampaikan pada SEMINAR NASIONAL oleh Program Studi Bimbingan
dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus di Kudus Tanggal 19 Mei 2012 dengan
tema Persepektif Konseling dalam Bingkai Budaya
[3]) Sebagaimana
pakar keilmuan mengatakan bahwa filsafat adalah ibunya ilmu (philosophy
is the mother of science), di sini dapat dikatakan
bahwa BMB3
adalah Ibunya kehidupan (BMB3
is the mother of life)atau BMB3 adalah
ibunya peradaban
manusia (BMB3 is the mother of human
civilization).