Minggu, 03 Februari 2013

BIMBINGAN KONSELING PANCAWASKITA


   Oleh: Praytino


A.       PENGANTAR

Pelayanan konseling yang semula dikenal di Indonesia dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (disingkat BP) dan sekarang Bimbingan dan Konseling (disingkat BK), terjemahan dari Guidance and Counseling, gerakanya dimulai di negara asalnya (yaitu Amerika Serikat) sejak awal abad ke 20. Gerakan yang semula di negeri adidaya itu terfokus pada bimbingan karir selanjutnya meluas ke berbagai bidang kehidupan. Selama sekitar satu abad, gerakan BK di negara asalnya telah mengembangkan berbagai teori dan pendekatan yang secara garis besar dalam sembilan kemasan, yaitu : (1) Konseling Psikoanalisis Klasik(KOPSAK) yang berorientasi pada id, ego dan superego serta kesadaran/ketidaksadaran individu; (2) Konseling Ego (KONEGO) beroriantasi pada fungsi ego, (3)Konseling Psikologi Individual (KOPSIN) berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan hubungan sosial individu, (4) Konseling Analisis Transaksional  (KONSISTRAN) berorientasi pada peran ego state dalam komunikasi, (5) Konseling Self (KONSELF) berorientasi pada pengembangan diri (self) yang positif dan konstruktif, (6) Konseling Gestalt(KONGES) berorientasi pada perilaku gestalt, (7) Konseling Behavioral(KONBE) berorientasi pada perilaku yang dipelajari, (8) Konseling Realitas(KOREAL) berorientasi pada perilaku yang benar, bertanggungjawab dan realistic, (9) Konseling Rasioanal Emotif (KOREM) berorientasi pada perilaku rasional dan irasional.

 Memperhatikan  arah pengembangan gerakan pelayanan konseling yag cukup dinamis itu Belkin (1975) menyebutkan bahwa pelayanan kemanusiaan yag disebut konseling sebagai: (a) filasafat, (b) jalan hidup, (c) sikap, (d) komitmen, (e) tindakan, dan (f) pandangan yag mendunia. Konsep yang dirumuskan Belkin itu mendorong pengembangan pelayanan konseling secara lebih luas lagi, termasuk pengembangan di Indonesia.


B.       GATRA, HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA
DAN DINAMIKA KEHIDUPAN

1.    Gatra
Apa yang dikemukan Belkin itu membentuk konsep yang menyeluruh tentang landasan, arah, wilayah dan dinamika pelayanan konseling yang menyangkut dimensi makro dan mikro kehidupan manusia. Dalam dimensi makro pelayanan konseling berada di dalam konsep yang saya sebut sebagai gatra.Secara kesemestaan gatra adalah suatu benda atau sesuatu yang dibendakan dalam kondisi penuh makna atau arti.Dalam kondisi demikian itu gatra mengandung dua dimensi, yaitu dimensi ADD (arti dari dalam) dan dimensi ADL (arti dari luar). Dimensi ADD merujuk kepada segenap kondisi, karakteristik, sifat, makna ataupun arti yang ada atau menjadi isi dari benda atau yang dibendakan itu, sedangkan dimensi ADL adalah segala kondisi pengenaan, perlakuan, pemahaman ataupun pengartian oleh manusia tentang ataupun terhadap gatra yang dimaksudkan. Dengan konsep seperti itu, keterkaitan antara ADD dan ADL dapat digambarkan sebagai berikut:

·      ADD = ADL         : kondisi yang dapat mengarah kepada kepada hal-hal yang                                              positif.
·      ADD ≠ ADL         : kondisi yang potensial dapat menimbulkan hal-hal yang negatif
·      ADL > ADD         : kondisi yang mengarah kepada hal-hal yang berlebihan
·      ADL < ADD         : kondisi yang mengarah kepada hal-hal yang tidak optimal
·      ADD tanpa ADL   : kondisi tanpa pengertian; pengabaian atau ketidakpedulian, atau                         pemubazdiran.

2.    Harkat dan Martabat Manusia
Dinamika keterkaitan ADD dan ADL gatra-gatra yang menyangkut manusia sepenuhnya terkait langsung dengan kesejatian manusia yang di sini dikonsepsikan sebagai harkat dan martabat manusia (HMM), yang mengandung tiga komponen dengan lima unsurnya masing-masing, yaitu komponen:

Hakikat manusia, dengan unsur-unsur sebagai makhluk yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) diciptakan paling sempurna, (c) paling tinggi derajatnya, (d) khalifah di muka bumi, dan (e) penyandang HAM.

Dimensi kemanusiaandengan unsur-unsur dimensi (a) kefitrahan, (b) keindividulan, (c) kesosialan, (d) kesusilaan, dan (e) keberagamaan.

Potensi dasar kemanusiaan, yaitu pancadaya dengan unsur-unsur (a) daya takwa, (b) daya cipta, (c) daya rasa, (d) daya karsa, dan (e) daya karya.

Kesejatian manusia yang meliputi tiga komponen dengan masing-masing lima unsurnya itu dapat disarikan dalam konsep lima-i,yaitu (a) iman dan takwa, (b) inisiatif, (c) industrius, (d) individu, dan (e) interaksi. Kesejatian manusia dengan intisari lima-i itu terealisasikan melalui kehidupan kemanusiaan dari zaman ke zaman dan terjabar dalam wujud kehidupan individu sehari-hari dengan konteks keluarga, kemasyarakatan, kelembagaan, kebangsaaan dan kenegaraan.

3.    Dinamika Kehidupan: BMB3
Kehidupan kemanusiaan tersebut di atas berlangsung dalam dinamika yang mengarah, sebagaimana dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, kepada kedamaian, kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan dan maju, dengan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kehidupan demikian itu dapat terselenggara melalui dinamika BMB3, yaitu berpikir, merasa, bersikap, bertindak,dan bertanggungjawab.Tanpa dinamika BMB3 itu, dan lebih tegas lagi tanpa BMB3 positif yang terhindar dari serta mampu mengatasi godaan setan dan sebangsanya, kehidupan manusia akan menjadi “tanpa bentuk” dan/atau terjerumus kedalam kenistaan dunia dan akhirat.

Dinamika BMB3 itu sepenuhnya sejajar dengan energisasi pancadaya dalam pengembangan/kehidupan manusia/individu, sebagaimana arah bolak-balik berikut :

BMB3                                              Pancadaya
·          Berpikir                                             Daya Cipta
·          Merasa                                             Daya Rasa
·          Bersikap                                           Daya Karsa
·          Bertindak                                          Daya Karya
·          Bertanggungjawab                             Daya Takwa

Lebih jauh, energisasi pancadaya yang mengalir melalui dinamika BMB3 itu merupakan “nafas” kehidupan manusia sehari-hari, yang oleh karenanya dalam hal ini dapat dikatakan bahwa : BMB3 adalah ibunya kehidupan[3])yang bersumberkan pancadaya dengan orientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi kehidupan. Dengan BMB3 kehidupan manusia terselenggara, dan dengan pengembangan BMB3 kehidupan itu dikembangkan untuk lebih maju menuju derajat kemanusiaan yang paling tinggi dalam lingkup dunia dan akhirat.


C.       PERKEMBANGAN INDIVIDU,
PERMASALAHAN, DAN KONSELING

Individu berkiprah dalam lima ranah kehidupan (lirahid), yang sejak kelahirannya dipengaruhi oleh likukaldu (lima kekuatan di luar individu), dalamlima kondisi kehidupan individu (masidu) dengan latar belakag kesejatian kemanusiaannya. Dalam trilogi dengan latar lirahid ini kehidupan menyeluruh sehari-hari individu berkeadaan.
  







1.    Lirahid
Setiap individu menjalani kehidupan sehari-harinya dalam lima ranah kehidupan (lirahid) yaitu ranah jasmaniah-rohaniah, individual-sosial, material-spritual, lokal-global, dunia-akhirat. Individu yang mampu menjalani kehidupan kemanusiaannya secra lengkap adalah mereka yang mampu menyemibangkan masing-masing sisi dari kelima ranah tersebut. Keketidakseimbangan yang terjadi akan menghasilkan individu-individu dengan label seperti hedonis, egois/indivisualis, materialis, sekuler, dan berwawasan sempit ibarat katak di bawa tempurung.

2.    Likuladu
Individu yang diharapkan hidup dengan mantap pada lima ranah kehidupan di atas dikembangkan sejak kelahirannya atas pengaruh lima kekuatan di luar dirinya (likuladu),  yaitu gizi, pendidikan, adat dan budaya, sikap dan perlakukan orang lain, dan kondisi insidental.

a.       Gizi, merupakan faktor utama bagi pertumbuhan fisik dan kesehatan individu. Tanpa gizi yang baik pertumbuhan jasmaniah dan kesehatan akan terganggu yang mana hal ini akan dapat berdampak serius terhadap perkembangan pribadi individu.

b.      Pendidikan, merupakan sarana dasar pengembangan pancadaya yang berorientasi hakikat manusia dalam bingkai dimensi kemanusiaan. Pendidikan inilah yang akan membawa individu menjadi manusia seutuhnya.

c.       Adat dan budaya, membangun individu sebagai “anak negeri” yang bersosial-budaya di kampung halaman, daerah dan tanah airnya, sehingga mampu “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan anak negeri di wilayah sendiri dan wilayah lainnya.

d.      Perlakuan orang lain, merupakan pengaruh yang sangat signifikan dalam pembentukan kepribadian individu. Sikap dan perlakuan yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang akan membangun pribadi berbudi da baik hati, sedangkan sikap dan perlakuan yang beringas, kasar dan antagonistik akan membentuk pribadi yang ganas, panas dan intoleran.

e.       Kondisi insidental,yaitu peristiwa atau keadaan yang tidak direncanakan atau tidak terduga, bersifat positif atau negatif, membawa keberuntungan dan/atau kerugian, terjadi “dengan sendirinya”, melalui kodrat Illahi. Manusia (individu) mau tidak mau menerimanay/menhadapinya; yang baik disyukuri, yang tidak baik disikapi dengan ikhlas dan diambil hikmahnya.

Melalui pengaruh likuladu individu tumbuh berkembang dan maju, menjalani kehidupannya, sehari-hari, sampai akhir hayatnya.

3.    Masidu
Berpangkal dari kesejatian manusia (HMM) dengan intisari lima-i melalui energisasi pancadaya (dalam dinamika BMB3) indivdu berkembang dengan pengaruh likuladu menjadi pribadi sebagaimana adanya. Pribadi ini mewujud dan berkiprah sehari-hari dengan lima kondisi individu (masidu), yaitu rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan yang ada. Makin positif masidu makin efektiflah kehidupan sehari-hari individu.Aktualisasi kehidupan individu dengan masidunya itu sejalan dengan dinamika BMB3 pada diri individu yang bersangkutan.

4.    Permasalahan
a.       Kehidupan Efektif Sehari-hari
Dikehendaki agar dengan HMM-nya yang difasilitasi oleh likuladu sebagaimana diharapkan, individu dapat berkeadaan poisitif, sejahtera dan bahagia. Keadaan demikian itu terwujud dalam kehidupan efektif sehari-hari (KES) dengan acuan BMB3 sebagai berikut :

1)    Berpikir,secara obyektif-defenitif, logis-sistematis, dinamis-teknologis, kritis-evaluatif,  dan kreatif-inovatif
2)    Merasa,secara lembut, kasih sayang, tenggang rasa, etis, dan ikhlas.
3)    Bersikap,secara postif, konstruktif, berprakarsa, mandiri, dan mengendalikan diri.
4)    Bertindak, dengan tujuan/sasaran, kompetensi, waktu/tempat/suasana, bentuk/isi kegiatan, dan produktivitas yag positif, tepat dan tinggi
5)    Bertanggungjawab,  kepada diri sendiri, lingkungan (sosial dan lainnya), atasan, ilmu/profesi, dan Tuhan Yang Maha Esa

Kondisi KES dengan BMB3 positif itu ditunjang rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, serta pemanfaatan kesempatan (masidu) yang tepat dan tinggi.

b.      Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu
KES adalah idaman setiap orang.Namun kenyataannnya tidak selalu demikian.Kondisi KES-T (kehidupan efektif sehari-hari terganggu) sering kali datang dan menimpa. Kondisi KES-T ini dapat berupa kesulitan atau permasalahan yang sepertinya menantang ketangguhan individu menghadapi gangguan dalam hidupnya, dan di sisi lain menguji betapa ia dapat mengendalikan diri dalam melawan hawa nafsu dan godaan setan yang terkutuk. Kesulitan ataupauntantangan tersebut tidak perlu dianggap sebagai hukuman atau azab dari Tuhan, melainkan pertama dapat dilihat sebagai buah dari hukum sebab-akibat (baik dalam diminesi natural maupun spiritual) yang sejak awalnya telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Di samping itu, penyikapan bahwa kesulitan dan permsalahan dalam bentuk KES-T itu dianggap sebagai cobaan atau ujian terhadap diri seseorang yang dapat diambil hikmahnya akan memperkuat keutuhan pribadi individu dengan aktualisasi HMM yang mantap.

Apabila kondisi KES diwarnai oleh dinamika BMB3 dan masidu yang positif dan mantap seperti tersebut di atas, maka kondisi KES-T terkait dengan kualitas pengembanga pancadaya, likuladu dan masidu yang terganggu, yaitu :

·         Ketakwaan yanterputus
·         Daya cipta yang lemah
·         Daya rasa yang tumpul
·         Daya karsa yang mandeg
·         Daya karya yang mandul
·         Gizi yang rendah
·         Sikap dan perlakuan yang menolak dan kasar
·         Pendidikan yang macet
·         Budaya yang terbelakang
·         Kondisi insdental yang merugikan
·         Rasa aman yang terancam
·         Kompetensi yang mentok
·         Aspirasi yang terkungkung
·         Semangat yang layu
·         Kesempatan yang terbuang

5.    Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling secara langsung terfokus kepada kemasan kehidudupan manusia (individu) berlandaskan kesejatian kemanusiaan (HMM) yang terarah kepada keberadaan, perkembangan dan kemajuan kehidupan yang optimal sesuai dengan zamannya dalam dimensi dunia dan akhirat.Fokus ini secara nyata terarah kepada terbinanya KES yang sedapt-dapatnya berkelanjutan dan tertanganinya KES-T setuntas mungkin. Dengan demikian pelayanan konseling dapat secra sederhana, singkat tetapi padat dirumuskan sebagai berikut :

  



Pengembangan KES dan penanganan KES-T itu diselenggarakan dengan memperhatikan dan menegakkan seoptimal mungkin :

a.       pengembangan bagi aktualisasi HMM
b.       penyelenggaraan, fasilitasi dan penganan likuladu
c.       optimalisasi masidu poisitif
d.       energisasi pancadaya melalui dinamikia BMB3 tingkat tinggi, dan
e.       praktik professional yang mantap.




D.       PROFESI KONSELING

Secara subtansial, Full (1967) menggarisbawahi enam kriteria profesi, yaitu sebagai pelayanan yang di dalamnya penuh muatan : (a) keintelektualan, (b) komptensi yang dipelajari, (c) objek praktik spesifik (OPS), (d) motivasi altruistic, (e) komunikasi, dan (f) organisasi profesi. Keenam kriteria ini secara menyeluruh mengarah kepada apa yang dewasa ini disebut profesi bermartabatyang mengandung makna bahwa pelayanan itu benar-benar bermanfaat, diselenggarakan oleh tenaga yang bermandat,dan diakui secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat.

1.    Proses Penggatraan Gatra
Kondisi KES dan KES-T individu pada dasarnya adalahgatra.Kedua gatra besar itu dapat diurai menjadi gatra-gatra yang lebih kecil, sampai menjadi gatra-gatra sangat spesifik yang dapat dikenali secara lebih akurat ADD-nya sehingga dapat diberikan ADD yang spesifik dan akurat pula. ADL-ADL yang akurat itu akan membentuk gatra-gatra baru dengan kandungan ADD-ADD yang lebih bermutu dan menunjang bagi terbangunnya kehidupan individu dengan masidu yang lebih positif.

Bayangkan, seorang atau sekelompok individu sasaran layanan konseling.Pada diri individu (individu-individu) itu terkandung kondisi KES dan/atau KES-T tertentu yang perlu dikembangkan dan/atau ditangani.Gatra-gatra yang ada itu mengandung berbagai ADD yang perlu diberikan ADL yang tepat untuk menjadikannya gatra-gatra baru dalam rangka pengembangan KES dan/atau penanganan KES-T yang ada pada diri sasaran layanan yang dimaksud.Penggatraan gatra lama menjadi gatra baru dilakukan melalui praktik layanan konseling.
2.    Pelayanan Pembebasan
Individu yang mengalami masalah atau KES-T sesungguhnyalah sedang berada dalam kondisi terkungkung, atau ibaratnya terpenjara atau bahkan terjajah oleh kezaliman tertentu.Individu tersebut perlu dibebaskan dari keterjajahannya itu. Untuk hal yang demikian pada diri individu perlu dibangun kekuatan pribadi melalui pengembangan pancadaya yang terpekspresikan dalam dinamika BMB3, sehingga ia mampu memproklamasikan kemerdekaan dirinya dari berbagai unsur penjajah. Pelayanan konseling yang mengembangkan KES dan menangani KES-T pada dasarnya terarah pada kemandirian dan pengembangan diri serta kemampuan pengendalian diri sasaran layanan.

3.    Trilogi Profesi
Dalam kiprah pelayanannya, suatu profesi didukung dan diselnggarakan di atas tiga komponen pokok, yaitu landasan keilmuan, subtansi profesi, dan tindakan praktik profesi, sehingga membentuk trilogi berikut :
  





Dalam triloginya profesi konseling didirikan di atas ketiga komponennya, yaitu:

a.       Landasan keilmuan :
Ilmu  pendidikan
b.       Subtansi profesi      :
Keilmuan, wilayah kerja, kompetensi, prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanan konseling
c.       Praktik profesi         :
Praktik konseling dalam berbagai settingpelayanan (setting pendidikan formal dan non formal, keluarga, dinas/instansi, negeri/swasta, lembaga sosial/ekonomi, kemasyarakatan, politik, dan privat)

Trilogy profesi tersebut didukung oleh kriteria kebermartabatan, yaitu bermanfaat, bermandat, dan diakui secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat.

4.    Kewaskitaan
Seluruh upaya pelayanan konseling mengacu kepada suasana dan penampilan kewaskitaan, baik pada diri sasaran layanan (klien) maupun pada diri pelaksana layanan (konselor). Unsur-unsur kewaskitaan itu meliputi :kecerdasankekuatan, keterarahan, ketelitian, dan kearifbijaksanaan (santan-artisan). Kelimanyaitu membentuk pribadi konselor bermartabat.

Dalam Konseling Pancawaskita yang menyelenggarakan penggatraan gatra klien, dalam rangka memandirikan dan membangun kemampuan pengendalian dirinya, klien difasilitasi untuk mejadi cerdas, kuat, terarah, teliti dan arifbijaksana oleh konselor yang ber-santan-artisan secara bermartabat. Lebih khusus, penggatraan gatra klien tersebut dilakukan melalui berbagai pendekatan dan teknik konseling yang terarah pada kondisi AKUR-S, yaitu:

·      dikuasainya oleh klien akses terhadap acuan(A) bagi pengembangan diri dan/atau pengentasan masalahnya;
·      dikuasainya oleh klien berbagai kompetensi (K) dalam mengakses acuan yang dimaksud
·      terarahnya usaha (U) klien untuk menerapkan kompetensi yang dikuasainya itu untuk mengubah diri dalam pengembangan dan/atau pengentasan masalahnya
·      terkembangkannyarasa (R) positif pada diri klien berkenaan dengan acuan, kompetensi dan usaha yang dimaksudka itu.
·      Terbagunnya kesungguhan (S) dalam pengubahan diri sejalan dengan hasil layanan konseling.

5.    Kesatuan Konsep Pelayanan : Konseling Pancawakita
Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan sembilan pendekatan pokok yang telah berkembang dalam gerakan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat. Konseling Pancawaskita merangkul dan merangkum  itu semua; mengambil hal-hal yang baik dan menambahkan hal-hal yan amat perlu sehingga pelayanan kemanusiaan yang disebut konseling yang semestinya bermartabat itu tidak lagi terkesan sekuler. Pelayanan konseling di Indonesia, sebagaimana juga upaya pendidikan pada umumnya mengembangkan potensi segenap anak bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, mengacu kepada empat pilar kebangsaan yaitu, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan karakter-cerdas menjadi arus utama dalam konseling Pancawaskita yang merupakan bagian dari keseluruhan upaya pendidikan.

Dari segi metode dan teknik pelayanan Konseling Pancawaskita menganut strategi eklektik(ada sekitar 22 teknik umum dan 17 teknik pengubahan tingkah laku) dengan arus dinamika BMB3 dan arah pencapaian AKUR-S. Pengembangan KES dan penanganan KES-T melalui Konseling Pancawaskita diselenggarakan  dalam rangka trilogieklektik-BMB3-AKUR-S menggarap masidusasaran layanan melalui dipraktikannya jenis-jenis layanan konseling (10 jenis layanan) dan kegiatan pendukung (6 kegiatan pendukung) yang masing-masing dalam dipraktikkan dalam kemasan    lima-an(pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian).


E.       LEGALITAS

Posisi pelayanan konseling di Indonesia mengalami kemajuan yang luar biasa. Dalam UU RI No. 20/2003  tentangSistem Pendidikan Nasionalpelayanan konseling diposisikan berada dalam bidang pendidikan dengan penetapan bahwa konselor adalah pendidik  (bersama pendidik lainnya, yaitu guru, dosen, pamong belajar, widyaiswara, tutor, fasilitator, dan instruktur). Inti pendidikan adalah belajar; demikian juga dengan konseling.Tiada pendidikan tanpa kegiatan belajar peserta didik di dalamnya; demikian juga tiada layanan konseling tanpa klien belajar di dalamnya.Dalam upaya pendidikan tugas utama pendidik adalah membelajarkan peserta didik; demikian pula dalam konseling tugas utama konselor adalah membelajarkan klien atau sasaran layanan. Dengan posisi keberadaannya dalam bidang pendidikan itu pelayanan konseling secara langsung menerapkan kaidah-kaidah keilmuan pendidikan, terutama dalam hal :

a.       pengertian, dasar dan paradigma, dan tujuan pendidikan.
b.       peserta didik dan pendidik
c.       kegiatan belajar dan proses pembelajaran serta hasil-hasilnya,
d.       materi, metode, dan strategi belajar dan pembelajaran, dan
e.       pengelolaan pembelajaran.

Seluruh tenaga profesi pendidik mengaplikasikan kaidah-kaidah keilmuan pendidikan di atas, dengan perbedaan objek praktik spesifik (OPS) masing-masing. Guru misalnya OPS-nya adalah mengembangkan PMP (penguasaan materi pelajaran) oleh peserta didik dan menangani PMP-T (penguasaan materi pelajaran yang terganggu) pada diri peserta didik, sedangkan konselor mengembangkan KES dan menangani KES-T klien (dalam hal ini peserta didik) sebagaimana diuraikan terlebih dahulu. OPS masing-masing tenaga pendidik terkemas di dalam trilogi profesinya sendiri.

Lebih jauh dalam posisinya di bidang pendidikan itu ditegaskan pula bahwa konselor adalah tenaga profesional. Dalam keprofesionalannya itu ditetapkan bahwa konselor adalah Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling ditambah menamatkan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Dalam Peraturan Presiden No.8/2012  tentangKerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dinyatakan bahwa tamatan program  pendidikan profesi setara dengan tamatan program magister (S2), yaitu sebagai tenaga yang berkualifikasi ahli. Realisasi kualifikasi ahli dalam pelayanan konseling tidak dapat diselenggarakan dengan sekedar menggunakan kecakapan/pengalaman pragmatik, dogmatick atau sinkretik belaka, namun minimal dengan kemampuan eklektik yang terandalkan bahkan disertai dengan kreativitas yang mempribadi. Keahlian yang bermandat dalam bidang konseling diperoleh melalui program Pendidikan Profesi Konselor (PPK).

Literatur

Belkin, 1975.Practical Counseling In The School. Dubuque-Iowa : Wm.C. Brown Company            Publisher.
Full, H. 1967.Controversy in Amerikan Education : An Onthology of Crucial Issuess:          London : Ollier-Mc Millan Limted.
Permendiknas No.27 Tahun 2008: Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi             Konselor
Peraturan Presiden RI. No.8 Tahun 2012 :Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
Prayitno, 2010.Wawasan Profesional Konseling.Padang : Jurusan BK FIP UNP
Prayitno, 2009.Dasar Teori dan Praksis Pendidikan.Jakarta : Grasindo.
Prayitno dan B. Manullang, 2010.Pendidikan Karakter dalam  Pembangunan Bangsa.         Jakarta : Grasindo.
Prayitno, 1998.Konseling Pancawaskita : Kerangka Konseling Eklektik. Padang : Program             PPK Jurusan BK FIP Universitas Negeri Padang.
Prayitno, 1988.Orientasi Bimbingan dan Konseling.Jakarta : Kemendikdibud, Dirjen Dikti-   PL2PTK.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 :Sistem Pendidikan Nasional



[1])       Makalah disampaikan pada SEMINAR NASIONAL   oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus di Kudus Tanggal 19 Mei 2012 dengan tema Persepektif Konseling dalam Bingkai Budaya
[2])       Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed.Guru Besar pada Universitas Negeri Padang.       
[3])    Sebagaimana pakar keilmuan mengatakan bahwa filsafat adalah ibunya ilmu  (philosophy is the mother of science), di sini dapat dikatakan bahwa BMB3 adalah         Ibunya    kehidupan (BMB3 is the mother of life)atau BMB3 adalah ibunya            peradaban manusia      (BMB3 is the mother of human civilization).