hmad Dzakirin
Salah satu konsekuensi yang tak
dapat dihindari dari revolusi rakyat di Timur Tengah adalah naiknya
peran regional Turki di kawasan tersebut. Turki akan semakin kokoh
menempatkan dirinya sebagai kekuatan regional potensial.
8 Februari, salah seorang
pemimpin Ikhwanul Muslimin, Ashraf Abdel Ghaffar Mesir berada di
Istambul untuk meminta perlindungan politik di Turki. Dia menyatakan
akan berada di Turki hingga aksi demonstrasi menggulingkan Mubarak
sukses. Ghaffar disebut-sebut memuji peran yang dimainkan Turki dalam
mendorong demokratisasi dan berjanji menjadikan AKP sebagai model Mesir
pasca Mubarak. Didepan media Turki, Ghaffar menyatakan akan ada dialog
antara Ikhwan dengan AKP.
Bangkitnya
demokrasi di Timur Tengah telah menjadikan Turki secara de facto
pelindung Ikhwanul Muslimin. Sebelumnya Erdogan memediasi permusuhan
antara rejim Basyar Assad, Suriah dan Ikhwan. Dia secara langsung
meminta pemimpin Suriah mencabut UU hukuman mati kepada para pemimpin
Ikhwan. Pertalian Ikhwan dan AKP Turki akan memberi warna politik
domestik Mesir kedepan. Selain itu, Turki memberi akses politik bagi
Hamas –sayap Ikhwan di Palestina- untuk didengar masyarakat
internasional.
Sementara itu, rejim-rejim
otokrat yang indepeden terhadap pengaruh AS di Timur Tengah jauh
sebelumnya relatif menerima kehadiran Turki sebagai mediator perdamaian
bagi mereka. Iran, Suriah, dan Lebanon. Namun sebaliknya, Negara-negara
diktator yang menjadi sekutu AS di Timur Tengah seperti Mesir, Yordan
dan Arab Saudi tidak begitu mempedulikan peran Turki. Arab Saudi secara
halus menolak mediasi Turki dalam konflik Negara itu dengan suku Houthi
di perbatasan Yaman. Sedangkan kebijakan Turki yang menyambut hangat
Hamas mengancam rejim Mubarak baik secara domestic maupun regional.
Mesir takut kehilangan kredibilitasnya sebagai mediator perdamaian di
Timur Tengah dan secara domestik, semakin kuatnya peran Hamas akan
mempengaruhi Ikhwan di Mesir.
Namun
seiring jatuhnya rejim diktator Mesir dan Tunisia tak pelak akan
berpengaruh kepada negara-negara tersebut (Saudi, Yordan, Emirat Arab
dan Bahrain). Seandainya negara-negara tersebut tidak jadi jatuh karena
gelombang revolusi rakyat, namun setidaknya rejim yang berkuasa akan
sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan isu
Arab, Islam dan konflik Palestina-Israel. Mereka akan menjadi sangat
hati-hati agar tidak dilihat sebagai boneka kepentingan AS di kawasan
Timur Tengah. Kebijakan yang sangat dipandang tidak popular di mata
bangsa Arab. Terlebih sebelum gelombang revolusi rakyat, Erdogan menjadi
sosok popular di hampir setiap sudut ibukota-ibukota Arab. Dia dianggap
sebagai pahlawan Arab dan Islam. Mengutip Ramzi Baroud, gambar Erdogan
lebih banyak dipasang ketimbang gambar raja dan presidennya sendiri. Dan
Turki pula menjadi negara pertama yang mendukung revolusi rakyat Mesir,
bahkan mendahului sang kampiun demokrasi, AS.
Tidak pelak,
lanskap politik kawasan Timur Tengah akan tidak sama lagi. Peran
politik Turki akan semakin kokoh dan bukan tidak mungkin, jika Turki
kemudian berpotensi menjadi pemimpin de facto di kawasan Timur Tengah.
Peran itu
diperkokoh dengan eksistensi Ikhwan sebagai pemain kunci dalam politik
Mesir dan boleh jadi di kawasan Timur Tengah. Di Tunisia, gerakan An
Nahdlah, sayap Ikhwan menjadi kelompok oposisi terbesar. Popularitas
gerakan itu semakin meningkat seiring kembalinya Rasyid Ganoushi dari
pembuangannya. Sedangkan menurut Emir Dubai, -mengutip bocoran
Wikileaks- Ikhwan akan menang jika pemilu diselenggarakan secara
jujur di kawasan Teluk.
Memang AKP
telah menghapus jejak Islamisme ala Mili Gorusnya Erbakan –banyak
pengamat menilai visi ini sejalan dengan Ikhwan. AKP menolak agenda
Islamisme ala Partai Refah. Meski demikian, kedua kekuatan politik ini
tetap memiliki banyak pandangan yang sama berkaitan dengan kepentingan
tradisional dunia Islam dan Arab. Setelah alienasi Turki dalam Uni
Eropa, Turki kemudian menjalankan agenda politik luar negerinya sendiri.
Agenda politik ini dalam prakteknya sejalan dengan kepentingan Arab
dan dunia Islam. Kemerdekaan Palestina, isu nuklir Iran, konflik
Arab-Israel dan independensi negara-negara Islam.
Dalam
perspektif IR, Ikhwan menjadi sekutu dan suara politik luar negeri Turki
di Mesir dan boleh jadi Tunisia. Seterusnya Turki akan menjadi
pelindung gerakan ini, seperti halnya Iran atas Hizbullah.
Revolusi
rakyat Arab semakin memperkokoh politik luar negeri Turki di Timur
Tengah. Jika sebelumnya, rejim sekuler sebelum 2002 berkiblat ke barat,
maka naiknya AKP mendorong kebijakan LN Turki lebih mandiri dan
berkiblat kepada kepentingan nasionalnya sendiri. Pemerintahan ‘Islamis’
AKP telah menggeser dan memperluas sphere of influence Turki ke
Timur Tengah dan kawasan
Kaukasus.
Jika sebelumnya kebangkitan politik regional Turki terhambat karena
kecemburuan rejim otokratik pro AS dan isolasi politik Barat maka
revolusi rakyat Arab telah memulihkan dan memperkokoh leverage politik
Turki di dunia Arab. Dan peran itu dimediasi gerakan Ikhwanul
Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar